Definisi B2B Dan B2C
1. Business-To-Business
(B2B)
Business-to-business (B2B) menggambarkan transaksi
perdagangan antara perusahaan, seperti antara produsen dan grosir, atau antara
grosir dan pengecer.
Volume transaksi B2B jauh lebih tinggi dibandingkan
volume transaksi B2C. Alasan utama untuk ini adalah bahwa dalam rantai pasokan
yang khas akan ada banyak transaksi yang melibatkan B2B subkomponen atau bahan
baku, dan hanya satu transaksi B2C, khususnya penjualan produk jadi ke konsumen
akhir. Sebagai contoh, sebuah produsen mobil membuat beberapa transaksi B2B
seperti membeli ban, kaca untuk kaca jendela, dan selang karet untuk kendaraan.
Transaksi terakhir, kendaraan yang sudah selesai dijual ke konsumen, adalah
satu (B2C) transaksi.
2. Business-To-Consumer
(B2C)
Business-to-Customer merupakan kegiatan yang
menggambarkan bisnis melayani antara konsumen akhir dengan produk / jasa.
Contoh: Transaksi B2C seseorang akan membeli sepasang sepatu dari pengecer.
Transaksi yang mengarah ke sepatu yang tersedia untuk pembelian, yaitu
pembelian kulit, tali, karet, dll.
B2B VS B2C
Perbedaan B2B
dan B2C meliputi banyak aspek. Jika produk dalam B2C cenderung standar, dalam
B2B biasanya dilakukan customization
sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Hal ini yang membuat hubungan antara
pembeli dan penjual dalam B2C biasanya tidak personal, sedangkan dalam B2B,
terjalin hubungan personal yang lebih rapat.
Jika dalam B2C
pengelolaan pemasarannya disentralisasi oleh divisi pemasaran/penjualan, dalam
B2B yang terjadi adalah integrasi dari banyak divisi dalam perusahaan yang
terlibat dalam proses – selain pemasaran dan penjualan – yaitu R&D,
produksi, servis dan keuangan.
Pengambilan keputusan di B2B juga bukan merupakan keputusan individu,
melainkan berkelompok, karena produk/jasa tidak digunakan untuk kepentingan
pribadi tetapi kepentingan perusahaan.
Tantangan
terberat dalam proses branding/positioning B2B adalah pada saat memilih posisi
apa yang tepat baginya. Karena yang dihadapi adalah situasi multi-dimensi,
dimana keputusan untuk memilih sebuah produk/servis adalah gabungan dari
berbagai kepentingan, dimana benang merah yang bisa menghubungkan rangkaian
value tersebut? Positioning harus mencakup hal-hal mendasar yang kritikal bagi
semua. Untuk mengerti sepenuhnya sebuah organization
buying process, dibutuhkan studi/riset ethnography yang bisa menjelaskan
peran dan interaksi antar aktor penting.
Perbedaan yang
menyolok antara B2B dan B2C adalah dari segi budget komunikasi. Dalam situasi
pengembangan brand B2B, terbatasnya budget komunikasi harus disikapi dengan
peningkatan efektivitas komunikasi media, misalnya dengan fokus pada
media-media yang lebih segmented dan juga keikutsertaan dalam berbagai acara/pameran.
Memanfaatkan media Internet, misalnya dengan mempunyai website corporate yang
bersifat interaktif dan komprehensif.
Pembinaan
reputasi brand B2B secara umum tentu harus dibarengi dengan performance yang prima. Benefit umum
seperti kredibilitas, dapat dipercaya, memberikan kemudahan dalam berbisnis,
dll, harus dibina dan dipertahankan terus. Benefit yang bersifat khusus atau
unik, seperti keahlian yang khusus di bidangnya, dukungan teknologi terbaru,
dll – bisa menjadi sebuah differentiator yang
akan membedakan perusahaan B2B ini dari sederet pemain pesaing lainnya. Benefit
yang bersifat intangible memang lebih mahal untuk dikembangkan, tetapi apabila
hal ini sudah dipahami dan diterima oleh target audiensnya, akan membentuk sustainable competitive advantage yang
sulit ditiru.
Kekuatan sebuah
Brand B2B bisa dilihat pada saat proses pemilihan oleh prospek, dimana brand
yang sudah punya makna-makna positif dan unik, akan memberikan semacam jaminan
tersendiri bagi aktor pengambil keputusan, karena kegagalan dalam memilih
produk yang baik sangat mungkin akan mempengaruhi karir mereka.
Persepsi
stakeholders terhadap perusahaan, disadari atau tidak, terbentuk melalui sebuah
proses. Pada dasarnya kita semua dihadapkan pada dua pilihan – Memilih positioning
sendiri atau stakeholders yang akan memposisikan bisnis kita. Memilih sendiri
berarti mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasi posisi apa yang terbaik dan
paling feasible untuk perusahaan. Sebaliknya, tidak banyak pilihan jika
jurusnya hanya menunggu hingga stakeholders yang memposisikan. Bagaimana bila
persepsi berkembang ke arah lain? Sangat tinggi resikonya!
Langkah awal yang perlu ditempuh
perusahaan B2B yang ingin melakukan branding adalah mencari tau terlebih
dahulu, bermakna seperti apakah corporate brand Anda pada saat ini? Apakah
sudah seperti yang dibayangkan? Jika belum, review kembali apa yang kurang dari
performance perusahaan, lalu benahi. Proses branding/positioning secara paralel
bisa dimulai pada saat pembenahan tersebut.
Source : http://amaliamaulana.com/published-article/perlukah-branding-untuk-b2b/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar