Kamis, 27 Desember 2012

B2B VS B2C



Definisi B2B Dan B2C

1.      Business-To-Business (B2B)
Business-to-business (B2B) menggambarkan transaksi perdagangan antara perusahaan, seperti antara produsen dan grosir, atau antara grosir dan pengecer.
Volume transaksi B2B jauh lebih tinggi dibandingkan volume transaksi B2C. Alasan utama untuk ini adalah bahwa dalam rantai pasokan yang khas akan ada banyak transaksi yang melibatkan B2B subkomponen atau bahan baku, dan hanya satu transaksi B2C, khususnya penjualan produk jadi ke konsumen akhir. Sebagai contoh, sebuah produsen mobil membuat beberapa transaksi B2B seperti membeli ban, kaca untuk kaca jendela, dan selang karet untuk kendaraan. Transaksi terakhir, kendaraan yang sudah selesai dijual ke konsumen, adalah satu (B2C) transaksi.

2.      Business-To-Consumer (B2C)
Business-to-Customer merupakan kegiatan yang menggambarkan bisnis melayani antara konsumen akhir dengan produk / jasa. Contoh: Transaksi B2C seseorang akan membeli sepasang sepatu dari pengecer. Transaksi yang mengarah ke sepatu yang tersedia untuk pembelian, yaitu pembelian kulit, tali, karet, dll.

B2B VS B2C
Perbedaan B2B dan B2C meliputi banyak aspek. Jika produk dalam B2C cenderung standar, dalam B2B biasanya dilakukan customization sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Hal ini yang membuat hubungan antara pembeli dan penjual dalam B2C biasanya tidak personal, sedangkan dalam B2B, terjalin hubungan personal yang lebih rapat.

Jika dalam B2C pengelolaan pemasarannya disentralisasi oleh divisi pemasaran/penjualan, dalam B2B yang terjadi adalah integrasi dari banyak divisi dalam perusahaan yang terlibat dalam proses – selain pemasaran dan penjualan – yaitu R&D, produksi, servis dan keuangan.  Pengambilan keputusan di B2B juga bukan merupakan keputusan individu, melainkan berkelompok, karena produk/jasa tidak digunakan untuk kepentingan pribadi tetapi kepentingan perusahaan.

Tantangan terberat dalam proses branding/positioning B2B adalah pada saat memilih posisi apa yang tepat baginya. Karena yang dihadapi adalah situasi multi-dimensi, dimana keputusan untuk memilih sebuah produk/servis adalah gabungan dari berbagai kepentingan, dimana benang merah yang bisa menghubungkan rangkaian value tersebut? Positioning harus mencakup hal-hal mendasar yang kritikal bagi semua. Untuk mengerti sepenuhnya sebuah organization buying process, dibutuhkan studi/riset ethnography yang bisa menjelaskan peran dan interaksi antar aktor penting.

Perbedaan yang menyolok antara B2B dan B2C adalah dari segi budget komunikasi. Dalam situasi pengembangan brand B2B, terbatasnya budget komunikasi harus disikapi dengan peningkatan efektivitas komunikasi media, misalnya dengan fokus pada media-media yang lebih segmented dan juga keikutsertaan dalam berbagai acara/pameran. Memanfaatkan media Internet, misalnya dengan mempunyai website corporate yang bersifat interaktif dan komprehensif.

Pembinaan reputasi brand B2B secara umum tentu harus dibarengi dengan performance yang prima. Benefit umum seperti kredibilitas, dapat dipercaya, memberikan kemudahan dalam berbisnis, dll, harus dibina dan dipertahankan terus. Benefit yang bersifat khusus atau unik, seperti keahlian yang khusus di bidangnya, dukungan teknologi terbaru, dll – bisa menjadi sebuah differentiator yang akan membedakan perusahaan B2B ini dari sederet pemain pesaing lainnya. Benefit yang bersifat intangible memang lebih mahal untuk dikembangkan, tetapi apabila hal ini sudah dipahami dan diterima oleh target audiensnya, akan membentuk sustainable competitive advantage yang sulit ditiru.

Kekuatan sebuah Brand B2B bisa dilihat pada saat proses pemilihan oleh prospek, dimana brand yang sudah punya makna-makna positif dan unik, akan memberikan semacam jaminan tersendiri bagi aktor pengambil keputusan, karena kegagalan dalam memilih produk yang baik sangat mungkin akan mempengaruhi karir mereka.

Persepsi stakeholders terhadap perusahaan, disadari atau tidak, terbentuk melalui sebuah proses. Pada dasarnya kita semua dihadapkan pada dua pilihan – Memilih positioning sendiri atau stakeholders yang akan memposisikan bisnis kita. Memilih sendiri berarti mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasi posisi apa yang terbaik dan paling feasible untuk perusahaan. Sebaliknya, tidak banyak pilihan jika jurusnya hanya menunggu hingga stakeholders yang memposisikan. Bagaimana bila persepsi berkembang ke arah lain? Sangat tinggi resikonya!

Langkah awal yang perlu ditempuh perusahaan B2B yang ingin melakukan branding adalah mencari tau terlebih dahulu, bermakna seperti apakah corporate brand Anda pada saat ini? Apakah sudah seperti yang dibayangkan? Jika belum, review kembali apa yang kurang dari performance perusahaan, lalu benahi. Proses branding/positioning secara paralel bisa dimulai pada saat pembenahan tersebut.


Source :           http://amaliamaulana.com/published-article/perlukah-branding-untuk-b2b/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar